Oleh: Ervita Eka Rosawati
Allahu akbar Allah...hu akbar... Sayup-sayup suara azan magrib telah terdengar.Terlihat Sholeh terburu-buru keluar rumah.
"Mau ke mana magrib-magrib gini?" tanya Mak Minah.
"Udah deh, bukan urusan loe! Oh ya, tadi uang di laci gue ambil semua!" jawab Sholeh sambil sedikit mabuk.
"Aduh Nak..., itu uang buat beli beras bes...," ucap Mak Minah yang tak dihiraukan Sholeh. Dia sudah sampai di halaman depan.
Di antara hiruk-pikuk kendaraan di jalan ibu kota, Sholeh berjalan sempoyongan dengan miras di tangannya.Tiba-tiba sebuah mobil kijang yang melaju cepat menghantam tubuhnya yang setengah tak sadar karena mabuk. Sholeh pun tergeletak di tanah dengan kepala penuh darah. Tapi, mobil itu terus melaju tak bertanggung jawab.
***
Perlahan Sholeh membuka matanya, langit-langit kamar rumah sakit terlihat sedikit buram. Dia masih pusing. Matanya memar dan kepalanya dibalut perban.
"Allhamdulillah, kamu sudah sadar, Nak!" syukur Mak Minah yang duduk disamping Sholeh. Sholeh tak menjawab. Mulutnya masih terkunci rapat. Dia merasakan sekujur tubuhnya sakit semua.
"Sudahlah Nak, nggak usah dipikirin. Kata dokter, kamu cuma luka ringan aja kok!" hibur Mak Minah. Kata-kata yang diucapkan ibunya itu terasa seperti angin kecil yang lewat begitu saja. Bukannya dia tidak menghiraukan, tapi dia masih terlalu sibuk untuk merasakan kepalanya yang terlalu pusing.
***
Hari ini hari ketiga Sholeh dirawat di rumah sakit. Dia tak tahu mengapa dokter tak mengijinkannya pulang. Padahal, kondisinya cukup membaik. Saat itu Sholeh tertidur pulas. Mak Minah duduk termenung di sampingnya. Lalu seorang dokter setengah baya memasuki ruangan itu.
"Selamat sore, Bu!" sapa Dokter itu.
"Sore, Dok! Bagaimana keadaan putra saya? Apakah día sudah boleh pulang?" tanya Mak Minah tak sabar.
"Iya, Bu! Besok putra Anda sudah boleh pulang. Tapi, ada suatu hal yang ingin saya sampaikan," ucap Dokter itu.
"Ada apa, Dok?" tanya Mak Minah tak sabar.
"Bu Minah, putra Anda positif mengidap HIV! Ini hasil tes darahnya!" ungkap dokter itu sambil menyodorkan secarik kertas kepadanya.
"HIV?" ucap Mak Minah shock.
"Iya, Bu, HIV. Berita buruknya adalah penyakit ini belum ada obatnya!" buka dokter itu. Tanpa mereka sadari, Sho!eh mendengar percakapan mereka. Air matanya pun mulai keluar dari sudut-sudut matanya.
***
Bulan Ramadan sudah memasuki hari ke-28. Kenyataan pahit itu menbuat Sholeh shock dan sadar akan kelakuannya dulu.
"Mak..., Mak..., Mak...,!" panggil Sholeh dari dalam kamarnya.
"Iya, tunggu sebentar!" sahut emaknya dari dapur.
"Ada apa sih, Nak?" tanya Mak Minah saat memasuki kamar anaknya itu.
Air mata Sholeh keluar begitu saja dan matanya. Belum sempat día berkata, dia sudah terisak-isak dalam tangisnya.
"Mak..., ma...maafkan semua kelakuan Sholeh selama mi Mak! Sholeh sadar Sholeh sudah buat banyak dosa!" ucap Sholeh serius.
"Nggak, Nak. Dari dulu Mak sudah maafin semua kelakuan kamu. Mak ikhlas! Baguslah kalau kamu mau bertobat!" jawab Mak Minah yang matanya mulai berkaca-kaca.
"Iya Mak, aku sadar umurku udah nggak lama lagi! Mak nggak usah merahasiakan penyakit itu dan aku!" ucap Sholeh yang kali ini menatap kosong langit-langit kamarnya yang mulai reot.
"Kamu nggak boleh ngomong gitu, hanya Allah yang tau umur kita!" tambah Mak Minah sambil menyeka air mata di pipinya yang mulai keriput.
***
Fajar jingga kemerahan telah muncul di ufuk timur. Suara takbir menggema di mana-mana. Mak Minah yang saat itu menggenakan busana putih dan membawa sajadah memasuki kamar Sholeh.
"Sholeh, Mak pergi salat Id dulu ya, Nak!" pamit Mak Minah.
"Mak, tunggu sebentar, aku juga mau ikut salat!" pinta Sholeh, lalu buru-buru bangun dan tempat tidurnya.
"Aduh. . ., badan kamu tuh masih lemah, nggak usah dipaksakan!" larang Mak Minah.
"Nggak Mak, kali ini aku mau ikut! Sholeh ingin merasakan gimana salat Id itu, Mak! Tapi, Sholeh nggak punya baju muslim!" pinta Sholeh antusias.
"Ya udah, kalau kamu tetep ngotot, nih pakai baju bapakmu saja!" ucap Mak Minah sambil menyodorkan sebuah kemeja putih panjang dan sarung kotak-kotak.
Bapak Sholeh sudah meninggal setahun yang lalu saat bulan puasa. Baju yang dia beli untuk Lebaran tahun kemarin belum terpakai. Sholeh lalu menerima baju itu dengan mata berkaca-kaca.
***
Salat Id telah dimulai. Sholeh mengambil shaf di depan sendiri. Dia terlihat khusyuk sekali walaupun dia jarang melakukan salat lima waktu. Pada saat sujud rakaat terakhir, dia tak segera bangkit. Dia tetap sujud.
Semua orang di sekitarnya heran melihatnya. Lalu, ketika salat telah berakhir, ada seorang pria tua membangunkannya. Tapi, begitu pria itu memegang pundaknya, tangan pria itu merasakan kedinginan tubuh Sholeh yang tak wajar.
Dibalikkanya tubuh Sholeh. Wajahnya pucat seperti pualam dengan mata tertutup rapat dan bibir yang mengembang menghiasi raut wajah Sholeh yang tak bernyawa. Dia telah berpulang dalam sujudnya.
Allahu akbar Allah...hu akbar... Sayup-sayup suara azan magrib telah terdengar.Terlihat Sholeh terburu-buru keluar rumah.
"Mau ke mana magrib-magrib gini?" tanya Mak Minah.
"Udah deh, bukan urusan loe! Oh ya, tadi uang di laci gue ambil semua!" jawab Sholeh sambil sedikit mabuk.
"Aduh Nak..., itu uang buat beli beras bes...," ucap Mak Minah yang tak dihiraukan Sholeh. Dia sudah sampai di halaman depan.
Di antara hiruk-pikuk kendaraan di jalan ibu kota, Sholeh berjalan sempoyongan dengan miras di tangannya.Tiba-tiba sebuah mobil kijang yang melaju cepat menghantam tubuhnya yang setengah tak sadar karena mabuk. Sholeh pun tergeletak di tanah dengan kepala penuh darah. Tapi, mobil itu terus melaju tak bertanggung jawab.
***
Perlahan Sholeh membuka matanya, langit-langit kamar rumah sakit terlihat sedikit buram. Dia masih pusing. Matanya memar dan kepalanya dibalut perban.
"Allhamdulillah, kamu sudah sadar, Nak!" syukur Mak Minah yang duduk disamping Sholeh. Sholeh tak menjawab. Mulutnya masih terkunci rapat. Dia merasakan sekujur tubuhnya sakit semua.
"Sudahlah Nak, nggak usah dipikirin. Kata dokter, kamu cuma luka ringan aja kok!" hibur Mak Minah. Kata-kata yang diucapkan ibunya itu terasa seperti angin kecil yang lewat begitu saja. Bukannya dia tidak menghiraukan, tapi dia masih terlalu sibuk untuk merasakan kepalanya yang terlalu pusing.
***
Hari ini hari ketiga Sholeh dirawat di rumah sakit. Dia tak tahu mengapa dokter tak mengijinkannya pulang. Padahal, kondisinya cukup membaik. Saat itu Sholeh tertidur pulas. Mak Minah duduk termenung di sampingnya. Lalu seorang dokter setengah baya memasuki ruangan itu.
"Selamat sore, Bu!" sapa Dokter itu.
"Sore, Dok! Bagaimana keadaan putra saya? Apakah día sudah boleh pulang?" tanya Mak Minah tak sabar.
"Iya, Bu! Besok putra Anda sudah boleh pulang. Tapi, ada suatu hal yang ingin saya sampaikan," ucap Dokter itu.
"Ada apa, Dok?" tanya Mak Minah tak sabar.
"Bu Minah, putra Anda positif mengidap HIV! Ini hasil tes darahnya!" ungkap dokter itu sambil menyodorkan secarik kertas kepadanya.
"HIV?" ucap Mak Minah shock.
"Iya, Bu, HIV. Berita buruknya adalah penyakit ini belum ada obatnya!" buka dokter itu. Tanpa mereka sadari, Sho!eh mendengar percakapan mereka. Air matanya pun mulai keluar dari sudut-sudut matanya.
***
Bulan Ramadan sudah memasuki hari ke-28. Kenyataan pahit itu menbuat Sholeh shock dan sadar akan kelakuannya dulu.
"Mak..., Mak..., Mak...,!" panggil Sholeh dari dalam kamarnya.
"Iya, tunggu sebentar!" sahut emaknya dari dapur.
"Ada apa sih, Nak?" tanya Mak Minah saat memasuki kamar anaknya itu.
Air mata Sholeh keluar begitu saja dan matanya. Belum sempat día berkata, dia sudah terisak-isak dalam tangisnya.
"Mak..., ma...maafkan semua kelakuan Sholeh selama mi Mak! Sholeh sadar Sholeh sudah buat banyak dosa!" ucap Sholeh serius.
"Nggak, Nak. Dari dulu Mak sudah maafin semua kelakuan kamu. Mak ikhlas! Baguslah kalau kamu mau bertobat!" jawab Mak Minah yang matanya mulai berkaca-kaca.
"Iya Mak, aku sadar umurku udah nggak lama lagi! Mak nggak usah merahasiakan penyakit itu dan aku!" ucap Sholeh yang kali ini menatap kosong langit-langit kamarnya yang mulai reot.
"Kamu nggak boleh ngomong gitu, hanya Allah yang tau umur kita!" tambah Mak Minah sambil menyeka air mata di pipinya yang mulai keriput.
***
Fajar jingga kemerahan telah muncul di ufuk timur. Suara takbir menggema di mana-mana. Mak Minah yang saat itu menggenakan busana putih dan membawa sajadah memasuki kamar Sholeh.
"Sholeh, Mak pergi salat Id dulu ya, Nak!" pamit Mak Minah.
"Mak, tunggu sebentar, aku juga mau ikut salat!" pinta Sholeh, lalu buru-buru bangun dan tempat tidurnya.
"Aduh. . ., badan kamu tuh masih lemah, nggak usah dipaksakan!" larang Mak Minah.
"Nggak Mak, kali ini aku mau ikut! Sholeh ingin merasakan gimana salat Id itu, Mak! Tapi, Sholeh nggak punya baju muslim!" pinta Sholeh antusias.
"Ya udah, kalau kamu tetep ngotot, nih pakai baju bapakmu saja!" ucap Mak Minah sambil menyodorkan sebuah kemeja putih panjang dan sarung kotak-kotak.
Bapak Sholeh sudah meninggal setahun yang lalu saat bulan puasa. Baju yang dia beli untuk Lebaran tahun kemarin belum terpakai. Sholeh lalu menerima baju itu dengan mata berkaca-kaca.
***
Salat Id telah dimulai. Sholeh mengambil shaf di depan sendiri. Dia terlihat khusyuk sekali walaupun dia jarang melakukan salat lima waktu. Pada saat sujud rakaat terakhir, dia tak segera bangkit. Dia tetap sujud.
Semua orang di sekitarnya heran melihatnya. Lalu, ketika salat telah berakhir, ada seorang pria tua membangunkannya. Tapi, begitu pria itu memegang pundaknya, tangan pria itu merasakan kedinginan tubuh Sholeh yang tak wajar.
Dibalikkanya tubuh Sholeh. Wajahnya pucat seperti pualam dengan mata tertutup rapat dan bibir yang mengembang menghiasi raut wajah Sholeh yang tak bernyawa. Dia telah berpulang dalam sujudnya.
0 Response to "Kemenangan Sholeh, si Pemabuk dan Penjudi"
Posting Komentar