Pelengkap Hati Bernama Diana

Oleh: Muhammad Adhika N

Debur ombak kecil memeluk erat kakiku. Buih-buih pasir pantai menggenggam erat jemari kakiku. Cuaca sore ini begitu hangat. Kudangakkan kepalaku ke atas, kulihat di sana ada awan kemerahan yang begitu indah. Di tengah awan-awan itu, kulihat matahari melambaikan tangannya. Ia akan pulang. Sungguh sore yang begitu indah.

Kini, aku terduduk di bibir pantai. Kubiarkan saja ombak kecil memeluk erat kaki-kakiku. Tiba-tiba, aku dikagetkan sebuah gelombang frekuensi yang memancar dari mulut seorang perempuan. Suara indah dari perempuanku. Kekasih hatiku.

Diana namanya. Rambutnya ikal berwarna hitam agak kemerahan. Matanya bulat. Korneanya sedikit berwarna coklat. Kulitnya putih bersih. Hari ini, ia tampak begitu segar dengan kaus tie dye bercorak hati yang dipakainya.

Aku sudah cukup lama berpacaran dengannya. Ia adalah seorang gadis yang spesial. Diana cantik, juga pintar. Yang terpenting, dia mau mengerti aku. Memahami seluruh kekurangan serta kelebihanku.

Hari ini adalah peringatan hari jatuh cinta kita yang kelima. Bukan hari jadian. Tapi, hari jatuh cinta. Kita memang tak pernah menganggap hari jadian sebagai hari resmi kita. Tapi, hari yang kita anggap resmi adalah hari dimana kita saling jatuh cinta. Saat pertama kita bertukar pandang.

Aku sangat mencintai Diana. Dengan kesederhanaan, keanggunan, dan semuanya. Diana tampak seperti seorang malaikat. Dia sepertinya memang dikirim ke bumi untuk merubah hidupku. Kawan, tidakkah kau tahu, bahwa sebelum berkenalan dengan Diana, aku adalah seorang yang sangat "berbeda."

Aku begitu malas. Bahkan sekadar untuk sekolah, aku sering sekali membolos. Aku sering linglung. Pikiranku tak jelas melayang ke mana. Semua ini adalah akibat dari kepergian mantanku, Risa, untuk selama-lamanya.

Diana adalah mimpi baru untukku. Setelah 3 tahun aku sendiri dalam kebingunganku, Ia tiba-tiba datang, lalu masuk ke kehidupanku begitu saja. Tanpa permisi.

Kami berkenalan di sebuah pulau yang amat indah. Aku masih ingat persis momen itu. Lombok, 31 Agustus 2005. Kala itu aku sedang berlibur. Menikmati keindahan pulau itu bersama keluargaku.

Dia adalah seorang gadis asli Lombok. Umurnya sama denganku. Ia juga sekolah ditingkat yang sama denganku. Kami sudah menghabiskan waktu bersama cukup lama. Begitu lamanya, sampai aku memohon pada ortuku untuk pindah sekolah. Ya, kini akhirnya aku pindah sekolah di Lombok.

Diana ibarat cermin untukku. Dia memantulkan apa yang aku inginkan. Semuanya. Sungguh, Diana adalah anugerah terbesar dan terindah dalam hidupku. Aku tak ingin kehilangan dia.

Saat hari ulang tahunku tiba misalnya. Diana memberikan sesuatu yang amat spesial untukku. Sebuah kue tart kecil, yang berhias krim bentuk dua mawar putih (dua adalah bulan kelahrianku), dengan satu lilin (satu adalah tanggal kelahiranku) diatasnya. Ia membawakannya tepat disaat jam menunjukkan waktu kelahiranku: 14.20.

Sebuah kejutan yang sangat spesial. Ya, Diana adalah seorang yang sangat spesial untukku. Setidaknya setelah aku lulus dari rumah sakit jiwa, dan menulis cerita ini. Sejak kehilangan Risa, aku mengalami gangguan kejiwaan.

Tentang Diana, ternyata orang tua ku memang pernah membawaku ke Lombok untuk liburan. Sekadar refreshing. Namun, ternyata disana aku tak pernah mau diajak pulang. Aku menemukan 'khayalanku' disana.

Akhirnya mereka membiarkanku tinggal di sana agar memperoleh duniaku. Di Lombok, aku ceria. Dapat bergaul dengan teman-teman dengan normal. Hanya satu hal yang aneh. Yakni Diana.

Foto-fotoku bersamanya, semua kejutan-kejutannya, ternyata datang dari pikiranku sendiri. Saat aku lihat foto berdua kita misalnya. Dulu, aku benar-benar meminta pada penjaga pantai untuk memotret kita berdua. Hasilnya memang benar ada. Tapi, saat aku lihat kembali sekarang, ternyata aku foto sendirian.

Diana juga adalah teman sebangku ku dikelas. Tapi, setelah aku tanya lagi ke wali kelasku baru-baru ini, beliau mengatakan bahwa aku selalu ingin duduk sendirian. Tidak ada yang boleh mengisi bangku kosong di sebelahku.

Saat menulis cerita ini dari laptop, kalender menunjukkan tanggal 31 Agustus 2008. Aku duduk di pantai, di tempat aku berkenalan dengan Diana. Ternyata... gelombang suara yang memecah lamunanku tadi, adalah suara seorang perempuan. Kali ini dia nyata. Orangtua ku tersenyum saat aku berkenalan dengan gadis itu.

Namanya Dian. Rambutnya ikal berwarna hitam agak kemerahan. Matanya bulat. Korneanya sedikit berwarna coklat. Kulitnya putih bersih. Mirip sekali dengan Diana. Hanya ada satu perbedaan. Dian nyata. (*)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pelengkap Hati Bernama Diana"

Posting Komentar